WELCOME TO MY BLOG

Konsep Dasar Rekonsiliasi Bank

Secara sederhana, konsep dasar rekonsiliasi bank adalah melogikakan perbadaan antara saldo ‘buku kas’ perusahaan dengan saldo ‘rekening koran’ yang diterbitkan oleh bank. Rekonsiliasi bank biasanya dilakukan (dibuat) oleh persusahaan setiap menjelang tutup buku (akhir bulan).

Mengapa Rekonsiliasi Bank Perlu Dibuat (Dilakukan)?

Asumsi dasar yang dipakai dalam rekonsiliasi bank adalah: Saldo buku kas perusahaan mestinya sama dengan saldo di rekening koran. Itu sebabnya, dalam setiap audit (pemeriksaan)—baik oleh auditor independent maupun pemerintah (kantor pajak), mereka selalu meminta arsip rekening koran sebagai pembanding buku catatan kas perusahaan.
Bagaimana jika ada perbedaan antara saldo buku kas perusahaan dengan saldo yang tercantum dalam rekening koran? Pemeriksa akan meminta rekonsiliasi bank—untuk mengetahui apakah perbedaan itu WAJAR atau TAK WAJAR, logis atau tidak logis. Apa dasar pertimbangan ‘wajar-dan-tak wajar’ itu?


Penyebab Perbedaan Saldo Kas Perusahaan Dengan Rekening Koran

Ada beberapa kemungkinan yang bisa membuat saldo buku kas perusahaan dengan saldo rekening koran menjadi berbeda, antara lain:
1. Tanggal Pengakuan Kas Keluar – Perbedaan tanggal pengakuan kas keluar menurut perusahaan dengan tanggal pengakuan menurut bank, paling sering terjadi. Misalnya: Pada tanggal 29 Agustus 2011, PT. JAK mengeluarkan cek senilai Rp 20,000,000 untuk PT. ABC. Ternyata, karena kesibukan PT. ABC baru mencairkan ceknya pada tanggal 2 September 2011. Sehingga pada saat bank tutup buku 31 Agustus 2011 (dan mencetak rekening koran PT. JAK), cek sebesar Rp 20,000,000 belum mengurangi saldo kas PT. JAK di bank, sementara itu di buku kas perusahaan cek tersebut sudah mengurangi saldo kas. Sehingga saldo kas menurut buku perusahaan menjadi lebih kecil dibandingkan menurut saldo di rekening koran. Cek keluar yang sudah dicatat sebegai pengeluaran kas oleh perusahaan tetapi belum dicairkan hingga tutup buku bank ini, dalam rekonsiliasi bank disebut dengan “Cek Beredar” atau “Outstanding Check“.
2. Tanggal Pengakuan Kas Masuk – Meskipun tidak sesering kas keluar, kas masuk juga bisa mengalami hal serupa seperti kas keluar—perusahaan sudah mengakui kas masuk padahal uang belum benar-benar masuk ke dalam rekening di bank. Misalnya: Pada tanggal 31 Agustus 2011 PT. JAK menerima pembayaran dalam bentuk cek dari pelanggan XYZ sebesar Rp 25,000,000. Atas cek yang diterima tersebut, PT JAK mencatat kas masuk sebesar Rp 25,000,000. Akan tetapi, ternyata cek tersebut baru berhasil di kliring oleh pihak bank keesokan harinya, yaitu tanggal 1 September 2011. Sehingga, saat bank tutup buku tanggal 31 Agustus, bank belum menambahkan saldo kas PT. JAK, sementara PT. JAK sudah mencatatnya sebagai kas masuk. Cek masuk yang sudah dicatat sebegai penerimaan kas oleh perusahaan tetapi belum baru dikliring setelah bank tutup buku ini, dalam rekonsiliasi bank disebut dengan “Setoran Dalam Perjalanan” atau “Deposit in Transit”.
3. Pengeluaran dan pemasukan kas bank yang bersifat ‘Auto’—baik itu auto-debit maupn auto-credit—yang mana pihak bank menambah atau mengurangi saldo kas perusahaan secara automatis, tanpa didahului oleh konfirmasi dari pihak perusahaan. Ada beberapa jenis pengeluaran dan pemenerimaan kas yang bersifat automatis, diantaranya:
  • Pembayaran-pembayaran yang bersifat autodebit. Misal: credit card, PAM, Listrik, telepon, dll, yang biasanya bersifat rutin setiap bulan), jenis ini memang sudah didahului dengan aplikasi dari pihak perusahaan, akan tetapi seringkali perusahaan lupa mencatatnya di buku kas perusahaan setiap bulannya.
  • Biaya administrasi bulanan atas penggunanaan jasa bank. Bank langsung memotong saldo kas perusahaan setiap menjelang tutup buku, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
  • Biaya buku cek dan BG. Bank membebankan biaya atas buku cek yang digunakan oleh perusahaan, dan pembebanannya dilakukan dengan cara langsung memotong saldo kas perusahaan tanpa pembertahuan terlebih dahulu. Sebenarnya, pihak perusahaan mestinya sudah tahu begitu meminta buku cek ke bank, akan tetapi perusahaan seringkali lupa untuk mencatatnya.
  • Biaya meterai. Sama seperti biaya adminsitrasi bulanan.
  • Bunga Jasa Giro. Atas dana perusahaan yang mengendap di rekening, pihak bank memberikan bunga kepada perusahaan sebagai pemilik rekening, yang langsung ditambahkan di saldo kas perusahaan menjelang tutup buku.
  • Pajak Atas Bunga. Setiap bunga jasa giro yang diberikan oleh bank kepada perusahaan dikenakan pajak, yang dipotong langsung pada saldo kas perusahaan.

4. Kekeliruan pencatatan oleh perusahaan – Meskipun tidak sering, kemungkinan ini bisa terjadi, yaitu perusahaan salah melakukan pencatatan—entah mencatat lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya. Kesalahan yang cukup sering terjadi namun sulit dilacak saat melakukan rekonsiliasi adalah adanya cek kembali (gagal dicairkan)—biasanya terjadi karena saldo bank tidak mencukupi (non sufficient funds), atau bank pemnolak pencairan karena ada kesalahan tulis pada lembaran cek. Pada saat cek kembali pegawai perusahaan tidak melakukan penyesuaian di dalam catatannya.
5. Kekeliruan pencatatan oleh pihak bank – Meskipun pendapat umum menganggap bank memiliki sistim pengendalian yang ketat, tetap saja tidak menutup kemungkinan kesalahan hingga 100 persen. Ada kalanya pihak bank juga melakukan kesalahan.
Diantara semua kemungkinan perbedaan di atas, yang dianggap ‘WAJAR” hanya perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan waktu pencatatan (pengakuan). Sedangkan perbedaan-perbedaan lainnya dianggap ‘TIDAK WAJAR’, untuk itu perlu direvisi, tentunya mengikuti saldo bank (bila kesalahan terjadi pada buku perusahaan) atau saldo perusahaan (bila kesalahan terjadi pada pencatatan bank).
Tujuan utama rekonsiliasi bank adalah melogikakan perbedaan-perbedaan yang ada diantara buku kas perusahaan dengan bank. Sehingga mengenali dan memahami berbagai kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan di atas sangatlah penting. Siapapun yang mengetahui dan memahami logika ini, saya percaya, dia akan bisa melakukan rekonsiliasi bank dengan lebih cepat.

Sumber : Jurnal Akuntansi Keuangan